makalah tentang syariat islam di aceh
SYARIAT ISLAM DI ACEH
Nama Dosen
:
Drs. Muslim ZainuddinM.SI
Di susun oleh :
Riska
Rahayu
Naya
Afra
Rina
Arismunanda
FebbyDewiyan
Yayan
Nora
Monika
PRODI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN AR-RANIRY
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat dan salam tak lupa senantiasa kita
sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang kita harapkan syafa’atnya di
yaumulqiyamah nanti, amin.
Penyusunan makalah ini dibuat guna
memenuhi tugas mata kuliah “ HUKUM ISLAM DAN MASYRAKAT”.Makalah ini berjudul “
SYARIAT ISLAM DI ACEH”, yang membahas tentang pengertian syari’at islam,Sejarah
penerapan syariat islam di Aceh,tugas wilayatul hisbah,Qanun yang telah di
sahkan dan Kritik terhadap penerapan syari’at islam
Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna,baik dalam hal
penulisan maupun pokok bahasan yang kami jelaskan. Berkaitan dengan hal
tersebut kami selaku penulis sangat mengharapkan saran, agar kedepannya kami
bisa memperbaiki kesalahan-kesalahan kami yang lalu.
Banda
Aceh, Mai 2017
i
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN
1.Latar belakang
....................................................................................................1
2.Rumusan masalah...............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian dan pelaksanaan syariat islam di Aceh.............................................2
2. Sejarah syariat islam di Aceh............................................................................6
3. Pokok pembahasan dan
jinanayat....................................................................12
4. Qanun, ersitensi, dan esensi syariat islam di
Aceh..........................................17
5. Pelaksanaan syariat di Aceh
...........................................................................21
BAB III PENUTUP
Kesimpulan..........................................................................................................24
Daftar pustaka................................................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nanggroe Aceh Darussalam di kenal dengan sebutan seramoe mekkah (serambi
mekkah). Nafas islam begitu menyatu dalam adat budaya orang Aceh sehingga aktifitas
budaya kerap berazaskan islam. Contoh paling dekat adalah pembuatan rencong
sebagai senjata tradisional di ilhami dari Bismillah. Seni tari-tarian seudati
konon katanya berasal dari kata syahadatain, dua kata untuk meresmikan diri
menjadi pemeluk islam.
Saat syariat islam secara kaffah dideklarasikan pada tahun 2001, pro dan
kontra terus bermunculan sampai sekarang. Keterlibatan pemerintah dituding ada
unsur politik untuk memblokir bantuan Negara non muslim terhadap kekuatan GAM (
gerakan Aceh merdeka ). Nada-nada sinis kerap terdengar seperti “ pue payah
awak jawa jak peu islam tanyoe, ka dari jameun uroe jeh tanyoe ka islam”
(kenapa harus pemerintah pusat / jawa yang mengislamkan orang Aceh, sedari
zaman dulu Aceh adalah islam).
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa itu pengertian dan pelaksanaan syariat islam
di Aceh ?
2. Bagaimana sejarah syariat islam di Aceh ?
3. Apa saja pokok pembahasan dan jinayat ?
4. apa iyu qanun, eristensi, dan esansi
syariat islam di Aceh ?
5. Bagaimana hubungan syariat dan adat Aceh
?
6. Bagaimana isu-isu salam pelaksanaan
syariat islam di Aceh ?
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN
DAN PELAKSANAAN SYARIAT ISLAM DI ACEH
A. PENGERTIAN SYARIAT ISLAM
Secara etimologis, syariat islam terdiri dari dua kata, syariat artinya
hukum agamadan islam artinya agama yang diajarkan oleh nabi muhammad SAW,
berpedoman pada kitab suci al-quran, yang diturunkan kedunia melalui wahyu
Allah SWT.
Dapat disimpulkan bahwa Syariat islam adalah Ajaran islam yang berpedoman pada kitab suci al-qur’an. Jadi pengertian tersebut harus bersumber dan berdasarkan kitab suci al-qur’an, pandangan normative dari syariat islam harus bersumber dari nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang tercantum dalam al-qur’an. Al-qur’an lah yang menjadi pangkal tolak dari segala pemahaman tentang syari’at islam. Kerangka dasar ajaran islam adalah akidah, syar’iyah dan akhlak. Ketiganya bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang bersumber pada tauhid, sebagai inti akhidahyang kemudian melahirkan syar’iyah, sebagai jalan berupa ibadah dan muamalah, serta akhlak sebagai tingkah laku baik kepada Allah SWT maupun kepada makhluk ciptaan-Nya yang lain.
Dapat disimpulkan bahwa Syariat islam adalah Ajaran islam yang berpedoman pada kitab suci al-qur’an. Jadi pengertian tersebut harus bersumber dan berdasarkan kitab suci al-qur’an, pandangan normative dari syariat islam harus bersumber dari nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang tercantum dalam al-qur’an. Al-qur’an lah yang menjadi pangkal tolak dari segala pemahaman tentang syari’at islam. Kerangka dasar ajaran islam adalah akidah, syar’iyah dan akhlak. Ketiganya bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang bersumber pada tauhid, sebagai inti akhidahyang kemudian melahirkan syar’iyah, sebagai jalan berupa ibadah dan muamalah, serta akhlak sebagai tingkah laku baik kepada Allah SWT maupun kepada makhluk ciptaan-Nya yang lain.
Menurut M. Daud Ali, Syariat
adalah jalan yang harus ditempuh, dalam
arti teknis, syariat adalah seperangkat norma ilahi yang mengatur
hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia lain dalam
kehidupan social, hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan hidupnya.
Akhlak adalah peringai atau tingkah laku yang
berkenaan dengan sikap manusia, terbagi atas akhlak terhadap Allah
SWT dan terhadap sesama makhluk. Akhlak terhadap sesama makhluk
terbagi atas akhlakterhadap manusia, yakni diri sendiri, keluarga, dan
masyarakat, serta akhlakterhadap makhluk bukan manusia yang ada di sekitar
lingkungan hidup, yakni tumbuh-tumbuhan, hewan, bumi, air, serta udara.
Menurut M. Daud Ali, Syariat
adalah jalan yang harus ditempuh. Dalam arti teknis, syariat adalah seperangkat
norma ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia
dengan manusia lain dalam kehidupan sosial, hubungan manusia dengan benda dan
alam lingkungan hidupnya. Syariat islam ini berlaku bagi hamba-Nya
yang berakal, sehat, dan telah menginjak usia baligh atau dewasa. (dimana sudah
mengerti/memahami segala masalah yang dihadapinya). Tanda baligh atau dewasa
bagi anak laki-laki, yaitu apabila telah bermimpi bersetubuh dengan lawan
jenisnya, sedangkan bagi anak wanita adalah jika sudah mengalami datang bulan
(menstruasi).
Bagi orang yang mengaku Islam, keharusan
mematuhi peraturan ini diterangkan dalam firman Allah SWT. "kemudian Kami
jadikan engkau (Muhammad) mengikuti syariat (peraturan) dari agama itu, maka
ikutilah syariat itu, dan janganlah engkau ikuti keinginan orang-orang yang
tidak mengetahui." (QS. 45/211-Jatsiyah: 18).
a.
SYARIAT ISLAM
DAN QANUN
Syari’at Islam adalah tuntunan ajaran Islam dalam semua aspek
kehidupan.Pelaksanaan Syari’at Islam diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi
Daerah Istimewa Aceh nomor 5 tahun 2000
tentang Pelaksanaan Syari’at Islam(Dinas Syari’at Islam,2009: 257).
Adapun aspek-aspek pelaksanaan Syari’at Islam adalah seperti terdapatdalam
Perda Daerah Istimewa Aceh nomor 5 tahun 2000 tentang Pelaksanaan
Syari’at Islam. Bab IV Pasal 5 ayat 2, yaitu: Aqidah, Ibadah,
Muamalah, Akhlak, Pendidikan dandakwah Islamiyah/amar makruf anhi munkar,
Baitulmal, kemasyarakatan, Syiar Islam, Pembelaan Islam, Qadha, Jinayat,
Munakahat, dan Mawaris.
Dasar hukum dan pengakuan Pemerintah untuk pelaksanaan Syari’at Islam
di Aceh,didasarkan atas UU No. 44 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan UU No. 18 tahun 2001
tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam. Pelaksanaan Syari’at Islamdi Aceh telah diatur
dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi
Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Nanggroe Aceh Darussalam, pasal 31
disebutkan:
1. Ketentuan pelaksanaan undang-undang ini yang menyangkut kewenangan Pemerintah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
1. Ketentuan pelaksanaan undang-undang ini yang menyangkut kewenangan Pemerintah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
2. Ketentuan
Pelaksanaan undang-unang ini yang menyangkut kewenangan Pemerintah
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ditetapkan dengan Qanun Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam.Peraturan pelaksanaan untuk penyelenggaraan otonomi
khusus yang berkaitandengan kewenangan pemerintah pusat akan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
B.
TUJUAN
SYARI’AT ISLAM
Tujuan Allah SWT merumuskan hukum
islam adalah untuk kemaslahatanumat manusia, baik didunia maupun di akhirat.
Tujuan dimaksud hendak dicapai melalui taklif.
Taklif itu baru dapat dilaksanakan bila memahami sumber hukum islam, kemudian tujuan itu tidak akan tercapai kecuali dengan keluarnya seseorang dari diperbudak oleh hawa nafsunya, menjadi hamba Allah dalam arti tunduk keada-Nya. Salah satu ayat al-quran yang menunjukkan pernyataan bahwa tujuan hukum islam adalah untuk kemaslahatan umat manusia yaitu surat al-anbiya ayat 107 yang berbunyi: ”dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.
Taklif itu baru dapat dilaksanakan bila memahami sumber hukum islam, kemudian tujuan itu tidak akan tercapai kecuali dengan keluarnya seseorang dari diperbudak oleh hawa nafsunya, menjadi hamba Allah dalam arti tunduk keada-Nya. Salah satu ayat al-quran yang menunjukkan pernyataan bahwa tujuan hukum islam adalah untuk kemaslahatan umat manusia yaitu surat al-anbiya ayat 107 yang berbunyi: ”dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.
Untuk mewujudkan kemaslahatan
ada lima hal pokok yang harus diwujudkan dan dipelihara, yaitu agama, nyawa,
akal,keturunan, dan harta. Lima masalah pokok ini wajib dipelihara oleh setiap
manusia. Untuk itu, didatangkan hukum islam berupa perintah, larangan, dan
keijinan yang harus dipatuhi oleh setiap mukallaf
Masing-masing
lima pokok tersebut dalam mewujudkan dan memeliharanya dikategorikan kepada
beberapa klasifikasi menurut tingkat prioritas kebutuhan, yaitu
kebutuhan daruriyat, kebutuhan hajiyat, dan kebutuhan tahsiniat.
Ketiganya harus terwujud dan terpelihara. Memelihara
kebutuhan daruriyat dimaksudkan perwujudan dan perlindungan terhadap
lima pokok yang telah diuraikan dalam batas jangan sampai terancam
eksistensinya. Memelihara kebutuhan hajiyat dimaksudkan perwujudan
dan perlindungan terhadap hal-hal yang diperlukan dalam kelestarian lima pokok
tersebut, tetapi di bawah kadar batas kepentingan daruriyat. Tidak
terpeliharanya kebutuhan ini, tidak akan membawa terancamnya eksistensi lima
pokok tersebut, tetapi membawa kepada kesempitan dan kepicikan, baik dalam
usaha mewujudkan maupun dalam pelaksanaannya; sedangkan kepicikan dan kesempitan
itu di dalam ajaran Islam perlu disingkirkan. Berdasarkan uraian di atas, untuk
mewujudkan dan melestarikan tiga kategori kebutuhan tersebut, Allah SWT
menurunkan hukum-Nya. Melaksanakan taklif hukum-Nya itu, maka
kebutuhan yang diperlukan oleh setiap manusia mukallaf akan terwujud dan
terpelihara, yang merupakan kebahagiaan bagi umat manusia atau yang biasa
disebut keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
.
C.
PELAKSANAAN SYARIAT ISLAM di
ACEH
Dalam perjalanan Syariat Islam di Aceh, jika dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia, maka Aceh memiliki keunikan karena masyarakatnya mampu menyerap budaya dan menyesuaikan diri. Dalam konsiderans UU no. 44 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh menempatkan ulama pada peran yang terhormat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Contohnya, para ulama di Aceh mendapatkan tempat yang istimewa dalam hal memberikan pandangan-pandangan, saran-saran, dan masukan-masukan untuk menetapkan suatu kebijakan. Hal tersebut tidak didapatkan para ulama di daerah lain. Contoh lain, para ulama Aceh sejak abad ke-17 telah dapat menerima dan bahkan mendorong kehadiran perempuan dalam ranah kegiatan publik, seperti menjadi anggota Dewan PerwakilanRakyat, hakim pada mahkamah, panglima perang, sampai menjadi kepala negara (Sultan), yang di banyak tempat dianggap sebagai tidak sejalan dengan ajaran Islam.
Aceh dapat dikatakan sebagai daerah yang memiliki pengalaman sejarah seperti yang telah disebutkan di atas dalam penyesuaiannya sudah relatif sangat lentur dengan budaya lokal dan dapat menjadi tempat untuk pelaksanaan Syariat Islam secara kaffah. Senada dengan hal tersebut, Daud Rasyid mengatakan bahwa Aceh seharusnya menjadi pilot project bagi perjuangan Syariat.
Menurut Rusdi Ali Muhammad dalam
pidato pengukuhan Guru Besar Rektor UIN Ar-Raniry Banda Aceh bahwa
kurangnya pemahaman terhadap Al-Qur’an akan membawa kepada pola penalaran yang
tidak memiliki semangat universalitas, fleksibilitas, kering akan nuansa
sosiologis dan bahkan akan menyulitkan penerapan Syariat Islam dalam kehidupan
manusia. Padahal hakekat keberadaan Syariat Islam adalah membawa kemaslahatan
bagi manusia baik di dunia maupun di akhirat.
SEJARAH SYARIAT ISLAM DI ACEH
A. SEJARAH
PENERAPAN SYARIAT ISLAM DI ACEH.
1. Masa
kerajaan Aceh.
Kerajaan Aceh mencapai gemilang masa pemerintahan iskandar muda (1607-1636). Salah satu usaha beliau adalah meneruskan perjuangan sultan sebelumnya untuk melawan kekuasaan portugis yang sangat membenci islam. Dia juga mendorong penyebaran agama islam keluar kerajaan Aceh, seperti malaka dan pantai barat pulau sumatera. (Zakaria Ahmad, 1973:20-22).
Peradilan islam dibentuk untuk mengatur tatanan hokum yang di atur oleh
ulama. Pengadilan diberikan kewenangan sepenuhnya untuk mengatur jalan roda
hokum tanpa meminta persetujuan pihak atasan, peranan Qadhi malikul Adil (hakim
agung kesultanan) di pusat kerajaan Aceh memiliki kewenangan seperti Mahkamah
Agung sekarang ini.
Setiap kawasan ada Qadhi ulee baling yang memutuskan perkara di daerah
tersebut. Jika ingin mengajukan banding diteruskan pada Qadli Maliku Adil.
Kedua Qadhi ini diangkat dari kalangan ulama yang cakap dan berwibawa.
Sultan Aceh merupakan pelindung ajaran islam sehingga banyak ulama dating ke Aceh. Pada masa itu hidup ulama seperti Hamzah fansuri, Syamsuddin As-samathrani dan syekh Ibrahim as-syami. Pada masa iskandar thani (1636-1641) dating Nuruddin arraniri. Pada tahun 1603, bukhari al jauhari mengarang buku tajussalatih (mahkota raja-raja), sebuah buku yang membahas tata Negara yang berpedoman pada syariat islam ( zakaria ahmad, 1973: 22).
Di bawah perintah sultan juga ditulis buku mit’at-uttullah karangan syekh
abdurra’uf disusun pada masa pemerintahan sultanah safiattuddin syah (
1641-1675 ), dan buku safinat-ulhukkamyi takhlish khashham karangan syekh
jalaluddin at-tarussani disusun masa pemerintahan sultan alaiddin johansyah
(1732-1760). Buku ini ditulis sebagai pegangan hakim dalam menyelesaikan
perkara yang berlaku di seluruh wilayah di seluruh kerajaan Aceh sendiri dan di
seluruh rantau takluknya. Kedua buku ini bersumber pada buku-buku fiqih
bermazhab syafi’i.
Hukum berlaku untuk setiap lapisan masyarakat termasuk kaum bangsawan dan
kerabat raja. Dari cerita mulut ke mulut iskandar muda menjatuhkan hukuman
rajam kepada anak kandungnya sendiri karena terbukti berzina dengan salah
seorang isteri bangsawan di lingkungan istana. Raja ling eke XIV masa sultan
ala’uddin ri’ayatsyah-al qahhar (1537-1571) di jatuhi hukuman oleh qadli
malikul adil untuk membayar 100 ekor kerbau kepada keluarga adik tirinya yang
dia bunuh dengan sengaja ( al yasa’ abu bakar, 2006:389-390)
Masa Aceh di bawah tampuk kerajaan masa dulu sudah di terapkan syariat
islam,buktinya adalah:
· datangnya ulama-ulama besar, berarti kebutuhan dan
penghargaan terhadap ulama masa itu sangat besar.
· Di bentuknya peradilan islam yang di atur oleh ulama tanpa campur tangan
penguasa, ada keleluasaan untuk
menjalankan hukum syariah.
· Pengadilan di buat sistematis, dari tingkat daerah hingga pusat. Masalah
yang tidak selesai di tingkat daerah( qadhi ulee baling)
diteruskan ke mahkamah yang lebih tinggi (qadhi malikul adil).
· Jika kisah iskandar muda yang menghukum anaknya berzina adanya, berarti
hukum rajam bagi pelaku zina sudah diberlakukan pada saat itu.
2. Masa awal kemerdekaan Indonesia dan orde baru.
Ketika kemerdekaan Indonesia di deklarasikan soekarno pada 17 agustus 1945, aceh belum menjadi bagian dari NKRI. Kesediaan bergabung dalam wilayah RI karena adanya janji soekarno yang ingin memberikan kebebasan untuk mengurus diri sendiri termasuk pelaksanaan syariat islam. Janji itu terucap pada tahun 1948, bung karno dating ke aceh mencari dukungan moril dan materil bagi perjuangan bangsa Indonesia melawan belanda. Kebebasan melaksakan syariat merupakan imbalan jika bangsa Aceh bersedia memberikan bantuan.
Gayung pun bersambut. Di bawah komando daud beureueh berhasil terkumpul
dana sebanyak 500.000 dolar AS. Untuk membiayai ABRI 250.000 dolar,50.000 dolar
untuk perkantoran pemerintahan,100.000 dolar untuk biaya pengembalian
pemerintahan RI dari Yogya ke Jakarta. Bangsa Aceh juga menyumbang emas
lantakan untuk membelia oblogasi pemerintahan dan dua pesawat terbang, selawah
agam dan selawah dara.
Janji yang di lontarkan sang presiden RI di wujudkan malah provinsi Aceh di
satukan dengan provinsi sumatera utara tahun 1951. Hak mengurus wilayah sendiri
dicabut. Rumah rakyat,dayah,menasah yang hancur porak-porandaakibat peperangan
melawam Belanda dibiarkan begitu saja. Dari sinilah daud beureueh menggulirkan
ide pembentukan Negara islam Indonesia( DII ), april 1953 dia bergerilya ke
hutan. Namun pada tahun 1962 bersedia menyerah karena di janjikan akan di
buatkan UU syariat Islam bagi rakyat Aceh (majalah Era Muslim “untold history”.
] 30 September 2009 jam 22:35)
Setelah itu di berikan otonomi khusus untuk menjalankan proses keagamaan,
peradatan dan pendidikan namun pelaksanaan syariat islam masih sebatas yang di
izinkan pemerintah pusat. Hal itu tertuang dalam keputusan penguasa perang
(panglima militer 1 Aceh/ iskandar muda, colonel M.Jasin) no
KPTS/PEPERDA-061/3/1962 tentang kebijaksanaan unsure-unsur syariat agama islam
bagi pemeluknya di Daerah Istimewa Aceh yang berbunyi :
“ pertama: terlaksananya secara tertib dan seksama unsur-unsur syariat
agama islam bagi pemeluknya di Daerah Istimewa Aceh, dengan mengindahkan
peraturan perundangan Negara.
Kedua: penertiban pelaksanaan arti dan maksud ayat pertama di serahkan
sepenuhnya kepada pemerintah Daerah Istimewa Aceh. (al yasa Abu Bakar,
2006:33).
Pada tahun 1966 orde baru yang berkuasa, di sahkan peraturan daerah nomor 1
tahun 1966 tentang pedoman dasar majelis permusyawaratan ulama. Fungsi majelis
ini adalah sebagai lembaga pemersatu umat, sebagai penasehat pemerintah daerah
dalam bidang keagamaan dan sebagai lembaga fatwa yang akan memberikan pedoman
kepada umat islam dalam hidup keseharian dan keagamaanya.
Langkah untuk mewujudkan syariat islam melalui PERDA yang mengatur
rambu-rambu pelaksanaan stariat islam di Aceh ditempuh dengan membuat panitia
khusus yang terdiri dari cendekiawan dan ulama di luar DPRD. Rancangan ini
disahkan DPRD menjadi peraturan daerah nomor 6 tahun 1968 tentang pelaksanaan
unsure syariat islam Daerah Istimewa Aceh. Ketika peraturan daerah ini di
ajukan kedepartemen dalam negeri untuk mengesahkan namun di tolak dan secara
halus (tidak resmi) meminta DPRD dan PEMDA Aceh mencabut PERDA tersebut.
Tahun 1974 pemerintah mengesahkan undang-undang tentang pokok pemerintahan
didaerah yang antara lain menyatakan bahwa sebutan Daerah Istimewa Aceh
hanyalah sekedar nama, peraturan sama dengan daerah lain. Syariat islam yang
berlaku di tingkat gampong dig anti dengan undang-undang no:5 tahun 1979
tentang pemerintahan desa ( alyasa abu bakar, 2006:31-39)
Tidak ada penerapan syariat islam sama sekali baik pada masa orde lama
maupun orde baru. Syariat islam Cuma senjata politik untuk memuluskan rencana
penguasa.
Periode orde lama, soekarno menggunakan janji keleluasaan penerapan
syriat islam untuk mencari dukungan dari pemimpin Aceh, Abu Beureueh dan
berhasil. Saat janji yang tak pernah di tepati itu ditagih melalui perlawanan
bersenjata, kembali jurus syariat islam yang di pergunakan dan sekali lagi
berhasil. Beberapa PERDA yang mengatur tata pelaksanaan syariat namun sebatas
yang di bolehkan penguasa. Masa orde lama pun tak jauh beda. Syariat islam Cuma
sekedar usaha penguatan kedudukan di mata masyarakat yang sudah hilang
kesabaran menanti janji pemerintah. Setelah kepercayaan masyarakat tumbuh malah
syariat islam yang di laksnakan turun-temurun tingkat desa malah di hapuskan
dan di ganti dengan peraturan yang berlaku di seluruh Indonesia.
3. Syariat islam era otonomi khusus (sekarang).
Penerapan syariat islam era otonomi khusus untuk aceh
akrab dengan kata-kata “ penerapan syariat islam secara kaffah di Aceh”. Bisa
di artikan usaha untuk memberlakukan islam sebagai dasar hukum dalam tiap
tindak-tanduk umat muslim secara sempurna.
Istilah kaffah digunakan karena Negara akan melibatkan diri dalam
pelaksanaan syariat islam di Aceh. Membuat hukum positif yang sejalan dengan
syariat, merumuskan kurikulum yang islami, dan masalah-maslah lain yang
berkaitan dengan syariat.
Dasar hukum pelaksanaan syariat islam di Aceh adalah diundangkan UU no 44
tahun 1999 dan UU no 18 tahun 2001. Dalam undang-undang nomor 44 syariat islam
didefinisikan sebagai semua aspek ajaran islam. Dalam undang-undang nomor 18
disebutkan bahwa mahkamah syar’iyah akan melaksanakan syariat islam yang di
tuangkan ke dalam qanun terlebih dahulu. Qanun adalah peraturan yang dibuat
oleh pemerintah daerah Aceh untuk melaksanakan syariat islam bagi pemeluknya di
Aceh ( al yasa abu bakar, 2004:61).
Pelaksanaan syariat islam secara kaffah mempunyai beberapa tujuan , di
antaranya yaitu:
· Alas an agama: pelaksanaan syariat islam merupakan perintah agama untuk
dapat menjadi muslim yang lebih baik,sempurna, lebih dekat dengan ALLAH.
· Alas an psikologis: masyarakat akan merasa aman dan tenteram karena apa
yang mereka jalani dalam pendidikan, dalam kehidupan sehari-hari sesuai dan
sejalan dengan kesadaran dan kata hati mereka sendiri.
· Alasan hukum: masyarakat akan hidup dalam tata aturan yang lebih sesuai
dengasn kesadaran hukum, rasa keadilan dan nilai-nilai yang tumbuh dan
berkembang di tengah masyarakat.
· Alas an ekonomi dan kesejahteraan sosial: bahwa nilai tambah pada kegiatan
ekonomi, serta kesetiakawanan sosial dalam bentuk tolong menolong, baik untuk
kegiatan ekonomi atau kegiatan sosial akan lebih mudah terbentuk dan lebih
solid.
B. LEMBAGA YANG TERKAIT PENERAPAN SYARIAT ISLAM.
a. Dinas syariat islam.
b. Majelis permusyawaratan ulama (MPU)
c. Wilayatul hisbah (WH)
C. SISTEM PENYUSUNAN HUKUM SYARIAT ISLAM DI NAD
Syariat islam yang akan menjadi hukum materil dituliskan dalam bentuk qanun terlebih dahulu, untuk mencegah kesimpangsiuran. Penerapan hukum jika hakim mengambil langsung dari buku-buku fikih dan berijtihad sendiri dari al-quran dan sunnah rasul.
Sebelum terbentuknya qanun terlebih dahulu di buat rancangan oleh sebuah
team untuk disosialisasikan kepada masyarakat untuk memperoleh masukan dan
tanggapan. Setelah itu dilakukan konsultasi antara DPRD dengan MPU.
·
Hukuman cambuk
Hukuman cambuk
merupakan salah satu hukum yang berlaku dalam syariat islam NAD. Ketentuan dlam
hukum cambuk antara lain:
Ø Terhukum dalam kondisi sehat
Ø Pencambuk adalah wilayatul hisbah yang di tunjuk jaksa penuntut umum.
Ø Cambuk yang digunakan adalah rotan dengan diameter 0.75 s/d 1.00 cm.
Ø Jarak pencambuk dengan terhukum kira-kira 70 cm.
Ø Jarak pencambuk dengan orang yang menyaksikan paling dekat 10 meter.
Ø Pencambukan di hentikan jika menyebabkan luka, di minta dokter atas
pertimbangan medis, atau terhukum melarikan diri.
Ø Pencambukan akan dilanjutkan setelah terhukum dinyatakan sehat atau
setelah terhukum menyerahkan diri atau tertangkap.
POKOK PEMBAHASAN DAN
JINAYAT
A. POKOK – POKOK PEMBAHASAN SYARIAT ISLAM
Syariat
Islam adalah tuntunan ajaran Islam dalam semua aspek kehidupan. Pelaksanaan
syariat Islam diatur dalam peraturan Daerah Istimewa Aceh tahun 2000 tentang
pelaksanaan syariat islam (Dinas syariat islam 2009: 257). Adapun aspek-aspek
pelaksanaan syariat islam adalah seperti terdapat dalam perda Daerah Istimewa Aceh
nomor 5 tahun 2000 tentang pelaksanaan Syariat Islam. Bab IV pasal 5 ayat 2,
yaitu: aqidah, ibadah, muamalah, akhlak, pendidikan dan dakwah
islamiyah/amar makruf nahi mungkar, baitul mal, kemasyarakatan syiar islam,
pembelaan islam, Qadha,jinayah, munakahat, dan mawaris
Pengertian pokok-pokok syariat Islam tersebut di atas adalah sebagai
berikut :
1. Aqidah
adalah aqidah ahlussunah wal jamaah berdasarkan Alquran dan Hadis yang menjadi
keyakinan keagamaan yang dianut oleh seseorang dan menjadi landasan segala
bentuk aktifitas, sikap, pandangan, dan pegangan hidupnya.
Setiap
orang berkewajiban untuk menjaga dan memelihara aqidah dari pengaruh paham atau
aliran sesat .setiap orang juga di larang untuk menyebarkan paham atau aliran
sesat,barang siapa yang menyebarkan suatu paham atau aliran sesat maka akan
dihukum dengan ta’zir berupa hukuman penjara paling lama 2 tahun atau hukuman
cambuk di depan umum paling anyak 12 kali.
2. Ibadah
adalah perendahan diri kepada Allah yang dilandasi rasa cinta dan pengagungan
dengan cara melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya
sebagaimana yang dituntun dalam syariatNya.
Salah satunya ialah ibadah salat jum’at.setiap
orang, instansi pemerintah, badan usaha, dan atau institusi masyarakat wajib
menghentikan kegiatan yang dapat menghalangi/mengganggu oramg Islam
melaksanakan salat jum’at.setiap orang wajib melaksanakan ibadah salat jum’at
selama tidak ada uzur syar’i. Apabila ada yang melanggar ketentuan ini maka
akan dihukum dengan hukuman ta’zir berupa hukuman penjara maksimal 6 bulan atau
hukuman cambuk di depan umum paling banyak 3 kali.
3. Muamalah
adalah ketentuan hukum tentang kebendaan dan hak-hak atas benda, tata hubungan
manusia dalam masalah jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, transaksi (ijab
qabul), perserikatan dan segala jenis usaha perekonomian.
4. Baitul
Mal Aceh adalah Lembaga Daerah Non Struktural yang dalam melaksanakan tugasnya
bersifat independen sesuai dengan ketentuan syariat, dan bertanggung jawab
kepada Gubernur.
5. Munakahat
adalah akad yang menghalalkan hubungan laki-laki dan perempuan dalam ikatan
suami istri.
6. Mawaris
adalah ketentuan tentang pembagian harta pusaka, orang yang berhak menerima
waris serta jumlahnya.
7. Syi'ar
Islam adalah semua kegiatan yang mengandung nilai-nilai ibadah untuk
menyemarakkan dan mengagungkan pelaksanaan ajaran Islam.
Salah satu cara penyelenggaraan syi’ar Islam ialah dengan adanya peraturan
wajib berbusana muslim. setiap orang Islam wajib berbusana Islami, pimpinan
instansi pemerintah, lembaga pendidikan, badan usaha dan atau institusi
masyarkat wajib membudayakan busana Islami di langkungannya.barang siapa tidak
berbusana yang Islami maka akan dipidna dengan hukuman ta’zir setelah melalui
proses peringatan dan pembinaan oleh wilayatul hisbah.
8. Akhlak
adalah prilaku dan tata pergaulan hidup sehari- hari umat muslim yang menetap
kuat dalam jiwa seseorang dan merupakan sumber timbulnya perbuatan-perbuatan
tertentu dari dirinya secara mudah dan ringan tanpa perlu dipikirkan atau
direncanakan sebelumnya.
9. Tarbiyah
(pendidikan) adalah sistem pendidikan yang berdasarkan nilai-nilai syariat
Islam untuk membentuk kepribadian muslim yang shalih dan mushlih.
10. Dakwah
islamiyah adalah semua kegiatan yang mengajak orang lain untuk berbuat kepada
kebaikan dan melarang berbuat kejahatan atau amar ma'ruf nahi mungkar.
B. Jinayat
Secara teoritis, jinayat atau hukum pidana Islam didefinisikan sebagai hukum
syara’ yang berkaitan dengan masalah perbuatan yang dilarang yang
lazimnya disebut dengan jarimah atau tindak pidana dan
ancaman hukumannya(uqubah). Uqubah adalah pembalasan yang ditetapkan untuk
kemaslahatan masyarakat karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan
syara’.dalam hukum pidana Islam dikenal tiga macam ketentuan pidana yaitu hudud,
qishash/diyat, dan ta’zir.
1. Hudud
Hudud atau alhudud adalah bentuk jamak dari kata hadd yang berarti batas,
rintangan, halangan dan pagar. Dalam Al-qur’an, hudud sering kali diartikan
sebagai hukum atau ketetapan Allah SWT. Dalam ilmu fiqh, hudud atau hadd
ialah hukuman atas perbuatan pidana tertentu(jarimah hudud) yang jenis
dan bentuk hukumannya telah ditentukan syar’i .yang termasuk ke dalam hudud
adalah sebagai berikut :
a. Zina
,adalah hubungan seksual antara seorang laki-laki dengan perempuan diluar akad
nikah. hukuman bagi pezina ghairu muhsan ialah dicambuk seratus kali.
b. Qadhaf
,adalah tuduhan berzina terhadap seseorang tanpa menghadirkan saksi yang
memenuhi syarat. Hukuman bagi penuduh zina ini aalah didera delapan puluh kali.
c. Pencurian
(sariqa), seseorang yang secara sengaja diam-diam mencuri harta
orang lain . si pencuri dikenakan had potong tangan.
d. Perampokan(qat’ul
al thariq), merupakan suatu perbuatan yang sangat di benci dalam Islam karena
dapat merusak keamanan masyarakat. Pemberontakan(al-bughyi), suatu perbuatan
yang berusaha untuk menghancurkan negara islam dan imamnya yang adil dengan
tujuan menjadikan negara tersebut sebagai negara kafir.orang-orang atau
kelompok yang melakukan pemberontakan tersebut disebut denganbughat.
e.
Al riddah atau murtad,berarti keluar dari agama Islam . hukumannya
tidak disebutkan secara jelas.
f. Minum
khamar(syurb),merupakan salah satu kesalahan jinayah dalam Islam .hukumannya
biasanya ialah disebat dengan tali atau di cambuk.
2. Qishash
Qishash
merupakan suatu ketentuan Allah yang berkenaan dengan pembunuhan sengaja dimana
pelakunya dikenakan hukuman mati.akan tetapi keluarga si korban dapat
menurunkan hukuman mati menjadi hukuman denda atau diyat.diyat
ialah denda yang harus di bayarkan oleh seseorang dikarenakan telah melakukan
pembunuhan, jumhur ulama sepakat bahwa jumlah diyat yang harus dibayarkan
kepada keluarga terbunuh ialah 100 ekor unta. qisash/diyat, meliputi
: pembunuhan dan penganiayaan.
3. Ta’zir
yaitu hukuman yang dijatuhkan kepada orang yang melakukan pelanggaran syariat
selain hudud dan qishash/diyat.ta’zir adalah perbuatan pidana yang jenis dan hukumannya
tidak ditentukan lebih dahulu dalam nash. Seperti: maisir (perjudian),
penipuan, pemalsuan, khalwat(mesum),dan meniggalkan salat fardhu dan puasa
Ramadhan.
a.
Maisir atau perjudian, Pada tanggal 15 juli 2003,Gubernur provinsi
NAD mengesahkan qanun provinsi nomor 13 tentang maisir dengan persetujuan DPRD
Provinsi NAD . khasus pertama yang sampai ke pengadilan terjadi di Aceh
Tenggara , di ajukan ke mahkamah syariah Kutacane serta diputuskan tanggal 19
Januari dengan putusan nomor:01/JN.S/2005/MSY-KC.
b.
Khalwat/mesum, adalah perbuatan yang dilakukan oleh dua orang yang
berlawanan jenis atau lebih, tanpa ikatan nikah atau bukan muhrim pada tempat
tertentu yantg sepi yang memungkinkan terjadinya perbuatan maksiat di bidang
seksual atau yang berpeluang pada terjadinya perbuatan perzinaan .
C. Petunjuk
Pelaksanaan Uqubat Cambuk
Pelaksanaan uqubat cambuk dilakukan dengan semena-mena, akan tetapi ada
cara-cara tertentu yang harus dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang telah
ditentukan. Diantaranya adalah :
· Uqubat cambuk dilakukan di suatu tempat terbuka yang dapat disaksikan oleh
banyak orang
· Pencambukan dilakukan pada bagian punggung(bahu sampai pinggul) terhukum
· Sebelum pelaksanaan pencambukan terhukum diperiksa kesehatannya terlebih
dahulu
· Apabila kondisi kesehatan terhukum menurut hasil pemeriksaan dokter tidak
dapat menjalani uqubat cambuk, maka pelqksanaan pencambukan ditunda sampai yang
bersangkutan donyatakan sehat untuk menjalani uqubat cambuk.
· Cambuk dilakukan oleh seorang pencambuk dengan memakai penutup wajah yang
terbuat dari kain
· Pada saat pencambukan,terhukum mengenakan pakaian tipis yang menutup aurat
yang telah disedikan
Posisi terhukum pada
saat pencambukan dalam kondisi berdiri bagi laki-laki dan posisi duduk bagi perempuan
Pencambukan akan
dihentikan, apabila:
·
Terhukum terluka akibat pencambukan
·
Diperintahkan oleh Dokter yang bertugas
berdasarkan pertimbangan medis
·
Terhukum melarikan diri dari
tempat pencambukan sebelum hukuman cambuk selesai dilaksanakan.
QANUN, EKSITENSI DAN ESENSI SYARIAT ISLAM DI ACEH
A. DEFINISI QANUN
Kata Qanun berasal dari bahasa Arab yang berarti Undang-Undang. Qanun dapat
juga bermakna kumpulan materi hukum yang tersusun secara sistematis dalam suatu
lembaga yang dikenal dengan Undang-Undang. Jadi, Qanun adalah hukum materil
yang menghimpun ketentuan-ketentuan pidana.
Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah Peraturan Daerah sebagai
pelaksana undang-undang di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam
penyelenggaraan otonomi kuhus (pasal 1 ayat (8) Undang-Undang Nomor 18 tahun
2001). Dari pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa isi muatan Qanun hanya
mengatur ketentuan-ketentuan yang bersifat delegasi suatu Undang-undang dalam
rangka pelaksanaan otonomi khusus. Dengan kata lain, Qanun hanya dapat mengatur
atas dasar pendelegasian suatu ketentuan undang-undang dalam penyelenggaraan
otonomi khusus.
B. QANUN SYARIAT ISLAM DI ACEH
Lima Qanun yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan syariat
islam di Aceh. Yaitu :
1. PERDA
No. 5 tahun 2000 Peraturan tersebut masih disebut sebagai PERDA, seperti
di provinsi lainnya, sebelum kemudian disebut sebagai Qanun semenjak UU otonomi
khusus disahkan pada tahun 2001.[3]
PERDA tersebut menyebutkan bahwa seluruh elemen pelaksanaan syariat islam akan
dilaksanakan termasuk didalamnya hal-hal yang berhuungan dengan aqidah, ibadah,
mua’amalah, akhlak, pembelaan islam, qadha, pendidikan, masalah perdata dan
pidana, dan perayaan hari besar islam, pendidikan dan dakwah, dan baitulmal.
Peraturan tersebut juga menyiapkan/mengatur sebuah lembaga pengawas pelaksanaan
syariat islam di masyarakat, yang kemudian disebut dengan Wilayatul Hisbah
(WH).
2. Qanun
yang kedua berhubungan langsung dengan pelaksanaan syariat islam adalah qanun
No. 10 tahun 2002 tentang pembentukan makahma syar’iyah yang
kewenangannya tidak hanya sebatas permasalahan keluarga dan perwarisan.
Kewenangan lebih luas yang diberikan ke sistem pengadilan yang baru di
Indonesia ini adalah kewenangan terhadap kriminal (jinayah).
Hukum jinayah tersebut
di bagi ke dalam 3 kategori, yaitu :
1) Hudud, yaitu
yang mengatur permasalahan zina, pemerkosaan dan kejahatn lainnya yang
disebutkan dalam al-quran seperti mencuri, minum-minumn barakohol, murtad, dan
pemberontakan.
2) Qishas
dan Diyat, yaitu yang mencakup kejahatan pembunuhan dan pemukulan
dimana pelaku di hukum dengan cara yang sama, pembunuh akan dibunuh atau pelaku
pemukulan dihukum dengan pukulan atau denagn memberikan kompensasi setelah
pelaku dimaafkan oleh sepupu atau saudara korban.
3) Ta’zir. Yaitu
yang mencakup perjudian, penipuan, pemalsuan dokumeen, hubungan yang tidak sah,
tidak melakukan puasa di bulan ramadhan, dan shalat jum’at.
3. Qanun
yang ketiga adalah No. 11 tahun 20026 tentang
pelaksanaan syariat islam dalam bidang aqidah, ibadah, dan penerapan
simbo-simbol islam.
4. Qanun
keempat yang mengatur langsung pelaksanaan syariat islam adalah qanun No. 12
tahun 2003 tentang khamar. yang melarang semua jenis
minuman yang dapat mengganggu kesehatan, kesadaran, dan pikiran.
5. Qanun
kelima adalah qanun No. 7 tahun 2004 tentang manajemen zakat.
Qanun tersebut
memberikan mandate pembentukan baitul mal, yang diatur untuk dapat
menerima/menyimpan denda dari para pelanggar syariat Islam.
D. EKSITENSI SYARIAT ISLAM DI ACEH
Eksistensi Syariat Islam di
Aceh dikarenakan dalam sejarahnya yang cukup panjang, masyarakat Aceh telah
menjadikan Islam sebagai pedoman hidupnya. Islam telah menjadi bagian dari
kehidupan mereka dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Masyarakat Aceh
amat tunduk dan taat kepada ajaran Islam serta memperhatikan fatwa ulama karena
ulamalah yang menjadi ahli waris Nabi. Penghayatan terhadap ajaran Islam
kemudian melahirkan budaya Aceh
yang tercermin dalam
kehidupan adat. Adat tersebut lahir dari renungan para
ulama, kemudian dipraktekkan, dikembangkan,
dan dilestarikan dalam kehidupan masyarakat (hidup dan berkembang dalam
kehidupan masyarakat), yang kemudian diakumulasikan lalu disimpulkan
menjadi “Adat bak Poteumourehom, Hukom bak Syiah Kuala Qanun bak Putro
Phang, Reusam bak Laksamana”, yang artinya “Hukum adat di
tangan pemerintah dan hukum syariat ada di tangan ulama”.Ungkapan ini
merupakan pencerminan dari perwujudan Syariat Islam dalam praktek hidup
sehari-hari bagi masyarakat Aceh. Kemudian Aceh dikenal sebagai Serambih Mekkah
karena dari wilayah paling barat inilah, kaum muslimin dari wilayah lain di
Nusantara berangkat ke tanah suci Mekkah untuk menunaikan rukun Islam yang
kelima. Untuk itu, maka perlu dibentuknya suatu dinas yang bertugas
melaksanakan penyelenggaraan Syariat Islam dalam suatu susunan organisasi dan
tata kerja Dinas Syariat Islam.
E. ESENSI SYARIAT ISLAM DI ACEH
syariat Islam bukanlah hal baru, karena sejatinya masyarakat Aceh telah
menerapkan syariat Islam sejak Islam pertama sekali masuk dan berkembang di
Aceh. Syariat Islam sudah diterapkan sejak Aceh masih dalam bentuk kerajaan.
Dalam penerapannya Ulama merupakan ujung tombak pelaksanaan hukum tanpa harus
meminta persetujuan dari penguasa.. Masyarakat Aceh sangat menjunjung tinggi
ajaran agama Islam, teguh dalam aqidah dan taat menjalankan Syariat Islam.
Penerapan Syariat Islam tersebut berlandaskan pada hukum Al-Qur’an dan
Hadist yang telah mengatur segala aspek dari hal-hal yang telah diwajibkan dan
dilarang Allah SWT. seperti kewajiban dalam aspek beribadah, beraqidah,
berakhlaktul-karimah, membela Islam jika terdapat individu atau sekelompok
individu melecehkan agama Islam. Adapun larangannya seperti berzina, berjudi,
membunuh, minum-minuman keras, mencuri, yang bagi pelanggarnya mendapatkan
hukuman sesuai dengan perbuatannya atau di denda seperti hukuman rajam bagi
pelaku zina dan denda dengan membayar diyat oleh pelaku
pembunuhan.
Majelis
Permusyawaratan Ulama (MPU) sebagai lembaga independen yang bertugas memberikan
masukan dan kritikan terhadap jalannya hukum syariat, dan polisi wilayatul
hisbah yang bertugas mensosialisasikan qanun, menangkap pelanggar qanun serta
menghukum pelaku yang melanggar syariat.
PELAKSANAAN SYARIAT ISLA DI ACEH
A. PILAR PELAKSANAAN SYARIAT ISLAM
Untuk mempercepat pelaksanaan syariat Islam Prof.Dr.Al-yasa Abu Bakar,M.A
sebagai kepala dinas Syariat Islam pertama bersama Kabag Litbang dan program
Dinas Syariat Islam yaitu Drs.M.Saleh Suhaidi (Alm) membuat program Lima
sasaran utama pelaksanaan syariat islam di Aceh.Lima
Pilar Pelaksanaan Syariat Islam adalah :
1. MenghidupkanMeunasah
2. Pemberdayaan Zakat
3. Lingkungan Kantor danSekolah yang Islami
4. PengawasanPelaksanaanSyariat Islam, dan
5. PerluasanKewenanganMahkamahSyar’iyah
1. Menghidupkan meunasah
Dalam kehidupan masyarakat Aceh, sebagai salah satu landasan pilar
budaya,terdapat satu lembaga yang di namakan dengan meunasah,sebagai simbol
masyarakat Aceh. pada setiap kampung atau lingkungan yang berdekatan
senantiasa dijumpai uatu bangunan meunasah yang bentuknya sama dengan rumah
kediaman biasa. Namun tanpa dilengkapi dengan jendela,lorong,atau
sekatan-sekatan. Bentuk dan kondisi meunasah semacam itu pada kurun sekarang
ini mungkin sudah sedikit dan kondisi sudah jauh berbeda mengikuti arus
kemajuan zaman.
2. Pemberdayaan zakat
Wujud dari pemberdayaan zakat adalah terbentuknya Baitul mal pada
tingkat Kampung,Kabupaten/Kota dan Provinsi. Sumber zakat pada tingkat kampung
di fokuskan pada hasil pertanian kampung dan usaha-usaha pada tingkat kampung,
sedang sumber zakat Baitul mal Kabupaten adalah dari hasil perdagangan dan
usaha pada tingkat Kabupaten/Kota. Dan untuk sumber zakat Baitul mal Provinsi
adalah dari perusahaan yang bergerak pada level provinsi.
3. Lingkungan kantor dan sekolah yang
islami
semenjak adanya program ini setiap kantor atau sekolah sudah memiliki
tempat shalat zuhur berjamaah. Program yang berhubungan dengan kantor dan
sekolah ini, termasuk pada kewajiban memakai pakaian islami. Sehingga dikatakan
dalam qanun : setiap kepala kantor atau pemimpin bertanggung jawab terhadap
pakaian yang di gunakan pegawainya. Demikian juga halnya dengan sekolah, setiap
orang yang terlibat dalam proses belajar mengajar berkewajiban memakai pakaian
islami,mungkin juga bisa kita katakan bahwa adanya ‘’ kantin kejujuran’’ pada
saat ini sekolah-sekolah adalah dalam rangka menciptakan sekolah yang islami.
Implementasi beberapa
qanun yang telah ditetapkan mengarah pada perubahan di nyatakan secara tertulis
atau tidak tertulis di antaranya yaitu :
a. Budaya
Shalat Berjamaah
b. Budaya
berpakaian islami
c. Budaya
menggalakkan syari’at islam
d. Budaya
baca doa dan surat-surat pendek
e. Budaya
shalat sunat khusuf dan kusuf
f. Budayashalat
sunah istisqa’
g. Budaya
shalat sunah tasbih
h. Budaya
sujud syukur dan sujud tilawah (sujud sajadah)
i. Budaya
salam dan berjabat tangan
j. Budaya
libur sekolah
4. Pengawasan pelaksanaan syariat islam
Di bentuknya lembaga Wilayatul Hisbah (WH) yang berfungsi untuk
mensosialisasikan dan mengawasi pelaksanaan syariat islam. Pada awalnya lembaga
ini berada di bawah Dinas Syariat Islam,tetapi sejak lahirnya UU Nomor 11 Tahun
2006 tentang pemerintahan Aceh Wilayatul Hisbah bergabung dengan lembaga Satpol
PP,kedua lembaga yang sekarang sudah bergabung menjadi satu dan mempunyai
kewenangan yang berbeda.
Wilayatul Hisbah (WH) berwenang mengawasi pelaksanaan qanun-qanun Syariat
Islam, Satpol PP berwenang mengawasi perda atau qanun non Syariat.
5. Kewenangan Mahkamah Syar’iyah
Berlakunya syariat islam di Aceh di tandai dengan perubahan nama Peradilan
Agama menjadi Mahkamah Syar’iyah. Perubahan nama itu turut memperluas
kewenangannya,yang selama ini hanya berhubungan dengan pelaksanaan hukum
keluarga tetapi sekarang menjadi lebih luas dengan cakupan hukum jinayah dan
juga mu’amalah. Dalam tatanan hukum di Indonesia perubahan ini sangat luar
biasa karena perubahannya berkaitan dengan perluasan kewenangan mahkamah
syar’iyah,berarti membatasi kewenangan Pengadilan Negeri.
B. Fungsi pilar
pelaksanaan syari’at islam di Aceh
· Sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia di dalam mengatur diri dan
masyarakat
· Alat penyeimbang antara unsur yang baik dan yang tidak baik yang
terdapat dalam diri manusia.
· Alat mendidik manusia menjadi suci lahir bathin.sayriat turun
menuntun dan membimbing manusia untuk membersihkan diri agar ia mampu membaca
arti sebuah kehidupan. Karena itulah,kebahagiaan abadi hanya dapat di gapai
oleh manusia yang bersih.
BAB III
KESIMPULAN
Syariat islam merupakan peraturan yang telah ditetapkan Allah dalam
Al-Qur’an dan hadish bagi umat islam tidak hanya segi ibadah namun juga bidang
sosial, ekonomi, budaya agar tercipta kehidupan teratur, aman sentosa dunia dan
akhirat.
Syariat islam sudah di terapkan sejak Aceh masih dalam bentuk kerajaan.
Ulama merupakan ujung tombak pelaksanaan hukum tanpa harus meminta persetujuan
dari penguasa. Pengadialn di bentuk di tingkat daerah dan di teruskan ke pusat
jika terdakwa mengajukan banding. Beberapa hukum yang di laksanakan di
antaranya rajam bagi pelaku zina dan denda dengan membayar diyat oleh pelaku
pembunuhan sengaja.
Masa orde lama dan orde baru tidak ada pelaksanaan syariat resmi dari
pemerintah. Syariat dilaksanakan sendiri oleh masyarakat di tingkat gampong.
Pemerintah memahami betul sikap orang Aceh yang menjunjung tinggi syariat islam
sehingga digunakan sebagai senjata politik untuk menarik simpati rakyat dan
berhasil.
Setelah Aceh diberikan status otonomi khusus tahun 2001, pemerintah
mencanangkan syariat islam secara kaffah khusus wilayah Aceh. Syariat islam
secara kaffah di artikan pelaksanaan hukum syariah secara sempurna oleh
pemrintah daerah. Beberapa lembaga yang di bentuk untuk menjalankannya yaitu,
dinas syariat islam yang mempunyai tanggung jawab utama pelaksanaan hukum
syariah, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) sebagai lembaga independen yang
bertugas memberikan masukan dan kritikan terhadap jalannya hukum syariat, dan
polisi wilayatul hisbah yang bertugas mensosialisasikan qanun, menangkap
pelanggar qanun serta menghukum pelaku yang selanggar syariat.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad,zakaria.1973.sejarah
Indonesia jilid II.Medan: monora.
Abu Bakar. Al
yasa’.2004. bunga rampai pelaksanaan syariat islam (pendukung Qanun pelaksanaan
syariat islam). Dinas syariat islam : Banda Aceh.
Abu Bakar. Al
yasa’.2006. syariat islam di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam-paradigma,
kebijakan dan kegiatan. Dinas syariat islam: Banda aceh.
Musa, Muhammad
yusuf.1988.islam: suatu kajian komprehensif. Jakarta: rajawali press.
Nurhafni dan
maryam.2006. pro dan kontra penerapan syariat islam di NAd. SUWA IV (3):59-66
T-Shirts - The Titanium Body Rings
BalasHapusT-Shirts. T-Shirts. The T-Shirts. 2021 ford escape titanium hybrid The T-Shirts. The T-Shirts. titanium nitride coating T-Shirts. titanium linear compensator The T-Shirts. T-Shirts. The titanium earrings sensitive ears T-Shirts. titanium blue ps4 controller The T-Shirts. The T-Shirts.